Mengenang Bapakku

Nasjah Djamin, 24 September 1924 – 24 September 2014
“Jadi semuanya ke Jakarta?”
Sepi sejenak, dan aku tidak berani melihat wajah bapakku yang duduk disebelahku. Sudah beberapa hari kutunda untuk pamitan, dan terpaksa hari ini harus diutarakan karena tiket kereta sudah ditangan untuk keberangkatan besok. Barangkali itu adalah obrolan terakhir antara diriku dengan bapak, beberapa hari kemudian bapak jatuh, tidak sadarkan diri selama dua hari dan berpulang ke rahmatullah. Bapak memang lebih banyak diam, terlalu banyak diam malah.
Keinginannya agar aku melukis tak pernah disampaikan langsung padaku, tetapi lewat Oom Darto Singo sahabat bapak. Si Oom ini sampai berjanji akan memukulku kalau aku tidak mau melukis, kebetulan aku sempat kost dirumah Oom Darto selama di Jakarta. Walau sudah dikobarkan semangatnya tapi aku tetap melempem, dengan enggan membeli sekotak krayon dan selembar buku gambar, dengan coretan sekenanya sekedar menyenangkan hati Oom Darto biar nanti disampaikan ke bapak bahwa aku sudah mulai melukis di Jakarta.
Waktu berlalu, menikah, mempunyai anak, waktu tersita dengan pekerjaan domestik. Setelah bapak dan si Oom meninggal, cambuk datang dari suamiku, harus melukis, tidak boleh hanya menjadi ibu rumah tangga biasa, harus ibu rumah tangga yang plus. Keliling Jakarta, hanya mas Syahnagra Ismail yang mau membantu memamerkan lukisanku di Rumah Seni Surya Karbela. Merasa ikut terbakar dengan semangat mas Syahnagra yang menyala-nyala, sampai saat ini aku tetap berharap punya energi berlebih sepertinya.
Dan menjawab pertanyaan bapak dulu, ”Jadi semua pergi ke Jakarta?” “Iya pak, aku tetap pergi ke Jakarta dan sampai saat ini aku tertawan dikota ini, entah kapan balik ke Yogyakarta. Tapi aku sudah melukis dengan senang hati, dan kuharap bapak senyum senyum bersenang hati dari jauh di peristirahatanmu di bukit Imogiri.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *